Hampir segenap lapisan masyarakat
di Aceh khususnya sudah mengetahui larangan menebang pohon sembarangan di hutan
lindung ataupun hutan konservasi. Lagian juga seruan untuk menyelamatkan
lingkungan terdengar dimana-mana sekarang. Baik itu berupa pernyataan dari
kepala daerah atau dari kepala-kepala dinas di pemerintahan, bahkan sampai
spanduk-spanduk dan pamplet dipinggir jalan hingga kedalam hutan juga ikut
menyerukan hal yang sama. Program dari pemerintah dan non pemerintah untuk
kelestarian lingkungan hidup juga dilakukan dimana-mana. Bahkan ide-ide
cemerlang menyelamatkan lingkungan dengan mensejahterakan masyarakat yang
bermukim dipinggir-pinggir hutan juga sudah kerap kali kita baca di media
sosial baik itu cetak atau online yang dilontarkan pimpinan daerah atau
dinas-dinas pemerintah yang membidangi bagian lingkungan, tokoh masyarakat atau
aktivis-aktivis lingkungan. Dan itu komitmen mereka untuk menjaga kelestarian
lingkungan.
Tapi pemandangan pada hari sabtu
22 November 2014 yang terlihat disalah satu bagian hutan wilayah pidie membuat
aku yakin ide atau program-program yang pernah aku baca dan dengar tentang
penyelamatan lingkungan hidup terutama hutan belum dan tidak terealiasi. Dari
pinggir sungai yang mengalir antara bebukitan aku menatap keatas bukit-bukit
yang hampir rata-rata terlihat lapang luas bak lapangan bola kaki. Jauh berbeda
pemandangan saat aku mendaki kesini lima tahun lalu. Hutan yang masih lebat dan
cuaca yang tidak sepanas sekarang terasa sangat mencolok perbedaannya.
Aku berjalan memanggul cariel menyusuri jalan yang sudah rapi diberi kerikil dan batu-batu yang sudah
bisa dilewati kendaraan roda empat membelah hutan daerah itu, konon kabarnya
jalan itu tembus sampai ke wilayah Jantho. Tidak jarang tumpukan kayu yang
sudah berbentuk papan-papan tebal aku jumpai dipinggir jalan itu dan aku
abadikan dengan camera saku yang selalu aku bawa saat pendakian. Setengah jam
berjalan aku berpapasan dengan sebuah
mobil truck kecil penuh muatan kayu yang terperesok kepinggir jalan. “Hoe dek?”
tanya supir yang sedang menstarter mobilnya, “Neuk jak ie rhoeut pak” aku
menjawabnya sambil melebarkan senyuman. “tulong bantu ureung nyoe siat ka tulak
moto jeut?” dengan mimik lelah dia meminta bantuan pada ku, sambil menurunkan
cariel dipunggung aku menjawab “jeut pak”.
Lima menit mobil yang kami dorong
ramai-ramai bisa kembali kebahu jalan. Sambil tersenyum sopir yang tadi meminta
bantuan mengucapkan terimakasih padaku. “pak neubi rukok sibak, nyoe rukok
kabeh ka beuklam lam gleenyan” ku coba buka pembicaraan dengan bapak sopir itu.
disodorkan sebatang rokok berfilter “jeut, nyoepat pakek aju dek” jawab dia
ramah. “jioh that neuangkot kayee lagoe pak?” tanya ku pada dia sambil menyulut
rokok yang ku minta tadi, “pane na jioh, sinan bak krueng dikeu lon cok dek”
sambil telunjuknya mengarah ke jalan yang menurun di depanku, “lah kana jalan
batee lawetnyoe, nye baroeken sit meu ate ta angkot han dek” tambah dia lagi.
Setelah menambah obrolan basa-basi sedikt, aku pamit jalan meneruskan
perjalananku menuju air terjun kecil yang menjadi tujuanku saat itu.
Kembali aku menyusuri jalan
dihutan itu yang kadang harus memotong arus sungai. Hingga aku berhenti saat
bertemu dengan air terjun tujuan aku. Ku keluarkan buku saku dan pulpen dari
tas kecil dan ku catat beberapa pemikiran yang keluar dari di otak aku sebagai jawaban
dari pertanyaan untuk pernyataan-pernyataan
mereka yang pandai bicara yang pernah
aku baca dan aku dengar biasanya diberita-berita perayaan hari lingkungan
hidup.
“Program dan ide menyelamatkan
lingkungan yang kerap menghiasi perayaan hari lingkungan hidup sedunia hanya
sebatas simbolis saja. Pemerintah dengan atau tidak sengaja telah menyediakan
fasilitas dan mempermudah akses
pembalakan liar dengan membuka jalan yang menghabiskan dana daerah atau negara
beratus juta di tengah hutan yang secara kasat mata tidak ada manfaat bagi
masyarakat umum kecuali untuk mengerogoti hutan-hutan yang dulunya lebat. Dan
mereka tidak komit dengan ucapan mereka sendiri yang ingin menyelamatkan
lingkungan.” Sedikit pemikiran kotor
untuk pemerintah ku tuangkan dibuku kecil ku tadi. Bukannya tidak percaya pada
pemerintah tapi itulah yang terpikirkan saat aku melihat kenyataan dilapangan.
0 Response to "Cintai Lingkungan Bukan Sekedar Bicara"
Post a Comment