Di negara-negara maju sampah sudah
dikelola dengan baik. Pemerintah dan masyarakat saling mengerti untuk mengurus
sampah. Sampah tidak dianggap sebagai hal yang sepele untuk di urus oleh
pemerintah. Jika kamu seorang traveling mungkin kamu akan melihat perbedaan
yang sangat jauh kebersihan kota-kota di negara maju dengan kota di indonesia.
Pernah kamu dengar atau singgah
di Kopenhagen? Ya, Kopenhagen adalah ibukota Denmark. Kota yang selalu dipadati
manusia. Baik itu warga Denmark sendiri ataupun turis atau pengunjung dari
berbagai pelosok dunia termasuk indonesia. Walau selalu menjadi lautan manusia,
tidak kita temukan tumpukan atau sampah yang berserakan di kota tersebut. Ini jauh
berbanding balik dengan keadaan kita Sigli yang dipenuhi tumpukan sampah tengah
kota bahkan dipinggir jalan pun tidak
jarang kita melihat tong sampah yang sudah tidak layak pakai dengan sampah yang
bertebaran didalam dan sekitarnya. Padahal penghuni Sigli juga manusia seperti
di Kopenhagen. Malah jika dijumlahkan, pengunjung manusia di Kopenhagen lebih
didominasi jumlahnya dibandingkan sigli.
Apa yang membuat sigli lebih
berserakan dibandingkan Kopenhagen? Apakah sigli kota kecil sedangkan
Kopenhagen kota besar? Jika kita berpikir secara rasional, bukankah semakin
kecil wilayah yang kita urus semakin mudah dalam mengelolanya?
Semalam aku sempat bertukar
informasi tentang keadaan lingkungan dengan seorang teman melalui Facebook yang aku panggil kak Cinta. Beliau
berasal dari Sigli tapi sekarang menetap di Denmark. Dan aku berpendapat “Kopenhagen dan Sigli
merupakan kota yang sama-sama dihuni oleh manusia.” Yang menjadikan beda antara
kebersihan lingkungan Sigli dan Kopenhagen adalah kesadaran penghuninya sendiri
dan Perhatian khusus pemerintah untuk menjaga lingkungan kota dari sampah.
“Disini dek, tempat untuk
memasukkan barang-barang belanjaan seperti kantong plastik harus berbayar, beda
dengan tempat kita di Sigli. Beli satu sikat gigi saja, kita meminta kantong
plastik ataupun juga penjualnya dengan ramah menawarkan kantong plastik tempat
menaruh barang belanjaan kita. Itu dengan sendirinya bisa kita lihat perbedaan
yang sangat mencolok tanpa kita sadari. Di Sigli sampah dihasilkan dengan mudah
tanpa biaya tapi di Denmark untuk menghasilkan sampah harus mengeluarkan biaya,”
jelas kakak Cinta dengan ramah. “selama kakak disini tidak pernah kakak lihat
orang membuang sampah sembarangan tanpa rasa bersalah, Pemerintahpun
menyediakan tong sampah yang layak ditempat-tempat keramaian dan tidak pernah
kita lihat penuh tong-tong tersebut dari sampah yang dibuang masyarakat apalagi
meluap keluar. Pemerintah kota secara berkala mengurusnya,” kak Cinta
menambahkan.
Saat aku mencoba menanyakan
tentang sampah-sampah yang dihasilkan rumah tangga, kak Cinta juga mengutarakan
hal yang sama. “Masyarakat disini sadar tanggung jawab dia sebagai penghasil
sampah dan membayar biaya kepada yang mengurus sampah tersebut” dan kak Cinta juga menambahkan “sebelum diserahkan
pada mereka yang mengurus, sampah terlebih dahulu dipilah-pilah menurut
jenisnya. Sampah organik dan an-organik tidak dalam satu tempat yang sama,
bahkan sampah plastik, kaca, besi juga di masukkan dalam tempat yang berbeda.”
Di Sigli tidak pernah kita lihat
sebegitu teratur masyarakat memperlakukan sampah-sampah yang dihasilkannya
hingga diserahkan kepada petugas yang bertugas mengurus sampah tersebut. Keadaan
ini menyatakan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan di
negara maju lebih tinggi dibandingkan disigli. Dan itu tidak terjadi secara
otodidak pada masyarakat, tapi tingginya perhatian pemerintah setempat untuk memberi
pengertian kepada masyarakat dalam mengelola lingkungan, baik itu secara
peraturan atau lewat pendidikan. Beda dengan di daerah kita, dengan kondisi masyarakat
yang masih minim kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan, pemerintahpun
terlihat acuh tak acuh dalam mesosialisakannya,bahkan tidak terlihat serius
menanggapi pengelolaan sampah-sampah. Itu juga terlihat dari masih banyak
tong-tong sampah yang sudah tidak layak pakai masih berjejeran di emperan
jalan.
Dengan Kopenhagen bisa menjaga
lingkungannya, sigli juga bukan tidak mungkin melakukannya. Jika masyarakat dan pemerintah mau bertanggung
jawab dalam menjaga lingkungan sekitar dan
pengelolaan sampah yang benar serta memberi pendidikan, pengetahuan kepada
masyarakat yang serius akan membantu membersihkan lingkungan sigli dari sampah.
0 Response to "Sampah Sigli versus Sampah Denmark"
Post a Comment