Senin, 16 November 2015-- Aku duduk beralas tempat tidur dengan
posisi bersandar punggung ke dinding kamar. Malam ini terlihat lebih gelap dikamar
hunian yang memang lebih sepi dari biasanya. Tidak ada lampu yang menyala,
tidak ada kopi yang terseduh, tidak ada rokok yang tersulut, tidak ada desiran
angin yang berhembus, kecuali suara kipas angin jadul yang punya harga mahal
dijamannya, terus meraung berputar berusaha membantu mensterilkan penghuni
kamar dari gangguan nyamuk yang belum tentu mengetahui jenis kelaminnya.
Sembari menikmati dendang raung
kipas angin, pikiran ku kembali jalan-jalan jauh ke tempat entah berantah. Dan
terus coba mencari ruang kesempatan menjejali satu mimpi yang masih konsisten
bertahan dalam anganku. Dari keinginan mencicipi, mendokumentasi ragamnya
budaya negeri ku yang terus terkikis waktu dan kemudian hilang dari ingatan generasi,
juga sekian banyak tempat yang sedang rindu jejak telapak kaki ini, seterusnya setiap
inci yang baik dari hentakannya menjadi tulisan sejarah sebagai pertinggal untuk
anak cucu kelak. Ada berjuta pesona yang menunggu antrian bertengger dalam
catatanku, karena ribuan kosa kata telah dipersiapkan oleh moyangku dulu untuk
menceritakan akan alam ciptaan tuhan memang indah jika tidak dirusak oleh
hamba-Nya sendiri. Mengukur Indonesia yang bergugus pulau-pulau menjadi lebih
kecil dari luas sebenarnya lewat tulisan dari tangan ini sendiri.
Namun untuk mewujudkannya tidak
ada keinginan untuk mengemis atau bahkan menggembel untuk bisa meletakkan
Indonesia dalam buku saku sendiri. Tenaga, otak, ilmu dan segala kecerdasan yang
Tuhan ilhami akan aku gunakan sebagai jembatan impian. Melakukan hal yang benar
dengan benar menjadi kepuasan bagi aku, memang bukan waktu yang singkat untuk
itu tapi tidak akan ada batas waktu untuk berusaha dan semoga menjadi lebih
mulia dari rasa membanggakan.
Itu sedikit jawaban dari pertanyaan
“Kenapa tidak kau lakukan sekarang? Kenapa hanya jadi obrolan cita-cita seperti
dimasa Sekolah Dasar dulu?” Memang Itu menjadi diantara banyak pertanyaan yang diajukan,
dan tidak pernah ada jawaban serius yang harus aku gambarkan langsung pada
mereka yang tidak punya mimpi besar atau bahkan untuk bermimpi saja tidak punya
keberanian sama sekali. Tidak menjawab bukan untuk menghindar tapi setidaknya akan
lebih menjadi rumit, ketika jawaban masih berbanding balik dengan keadaan yang
bermimpi.
Semuanya masih teranggap sebagai
mimpi tidak waras, setidaknya sampai detik ini. Tidak pernah otak kanan-kiri
menolak anggapan itu, kecuali menjadi nyata suatu hari nanti.
Tuhan telah menata jalan menuju
impian tersebut sedemikian indah dengan beragam tantangan dan halangan yang
mengatur sedikit keraguan bagi yang mau berusaha merealisasi mimpi-mimpi
besarnya. Akan tetapi bagi aku keraguan menyatakan mimpi itu sama sekali sudah
tertepis sedari malam lalu ketika ledekan sahabat-sahabat tentang Mimpi Sang Pemimpi yang menjadi gelak tawa bagi mereka. Walau mimpi tetaplah keinginan
yang belum/tidak terpenuhi. Namun bagi aku “Harapan selalu akan tumbuh dan
terus tumbuh bagi jiwa-jiwa yang kuat, teguh dan tegar memperjuangkan impiannya.”
Itu jadi salah satu kalimat luar biasa yang selalu membuat keyakinan hati
tak pudar untuk menggapai bayang-bayang dalam kondisi apapun. Tidak ada kata
tidak mungkin bagi pejuang walau sebagai pejuang mimpinya sendiri.
Jika kalian sama, jangan berhenti
disini, apalagi takut bermimpi besar. Tepis rasa ragu, beri ruang untuk hati
dan pikiran, yakin akan usaha kalian sendiri. Tuhan maha tahu akan segala
kemampuan hamba-Nya. Mimpi dan cita akan kalian gapai sesuai besar dengan kerasnya
usaha memperjuangkannya.
Dan tolong ceritakan ini pada
anak cucumu nantinya wahai gadis yang tercipta dari igaku. Bahwa aku adalah
kakek yang berani bermimpi untuk yakin berusaha merealisasinya. Ingat Sekali
lagi, itu Jika kamu adalah gadis yang tercipta dari igaku.
0 Response to "Indonesia Bisa Terlihat Lebih Kecil Dari Sebenarnya Ketika Mimpi Ini Terjawab"
Post a Comment