Curhat Sore: Merasa Kehilangan dan Hilang dari Rasa

Kesibukan yang jarang menghampiri ku, hari ini berhasrat mengajak ku berselancar di dunia maya. Demi keinginan, mesti bumi sedang benar dipanggang oleh teriknya matahari,tidak menyurutkan niat menyibukkan diri didunia internet. Ku tenteng laptop yang sedang nganggur disekretariat Mapala Jabal Everest, meniti jalan protokol kampus dengan jalan kaki, kemudian merehatkan tubuhku disalah satu kantin berfasilitas wifi. Sejenak laptop terhubung ke signal wifi, ku mulai membuka Google yang bagai tuhannya dunia maya, dengan predikat maha segala tahu dan maha segala punya didunianya sendiri.

http://gubukpenulis.blogspot.co.id
Selang beberapa menit, keterjerumusan dalam dunia maya tersebut yang entah siapa  sang penciptanya, benar-benar tidak bisa aku hindarkan, kuning bola mataku terus menerawang mencari bacaan-bacaan menarik. Dan terus berselancar mencari blog-blog yang nikmat untuk disantap sebagai bacaan, hingga kemudian aku benar-benar terduduk tenang di dua blog yang ditulis oleh  kang Wicak Sono - Ndoro Kakung dan kakak Sarah - Buanadara. Tulisannya benar-benar kembali membangkitkan keseriusan hasrat untuk menulis.

“Ya Allah, berilah aku kedamaian untuk menerima hal yang tidak dapat ku ubah, keberanian untuk mengubah hal yang bisa ku ubah dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan keduanya. Doa yang aku kutip di Blog kak Sarah mengawali yang ingin ku tulis hari ini, tentang Merasa Kehilangan dan Hilang dari Rasa.

Tulisan kali ini seserius mungkin ingin kujuduli seperti yang terbaca diatas. Tentang sedikit gambaran perasaan aku dari akhir tahun lalu hingga saat ini,bahkan keseriusan rasa tersebut sudah terlalu lama terpendam di memori pikiran aku. Layak anda sebagai pembaca tulisan ini menyebutnya sebagai curhatan pribadi lelaki yang tak seberapa manis lagi, namun akhirnya juga punya pacar yang kesekian setelah putus dari (mantan) pacar 5 tahun silam. Tak bisa ku tampik, riang, bahagia terus menyelimuti suasana hati dari beberapa bulan lalu yang terus mendapat perhatian dari gadis tersebut hingga mau menemani hari-hariku untuk saling berbagi ceria. Satu poin dalam dunia cinta aku kali ini, kemudian terus ku berusaha menanamnya  di alam sadar gadis beruntung tersebut; Hanya  rasa pengantar bahagia dan nyaman yang layak disebut sebagai cinta, seterusnya dari itu hanya nafsu yang menyesatkan. Jangan mendekat padaku, kecuali hanya pada cinta ini yang ingin menebar bahagia untuk mu. Ntah itu sisa gombal dalam hidupku atau benar rasa cinta yang mulai matang mengiringi usia yang sudah tidak bisa dianggap lebih muda lagi.

Namun, sama sekali bukan tentang gadis itu atau rasa-rasa lucah cinta yang ingin aku tuang dalam bingkai tulisan ini, tapi tentang rasa kehilangan gaya cara menulis, tentang bagaimana rasa yang hilang diantara tulisan diri sendiri. Tentang rasa percaya diri yang mulai terlihat memudar dalam menyampaikan atau membagi isi pikiran pibadi lewat tulisan-tulisan. Dulu dengan kosa kata yang sangat minim, dan rasa ingin tahu yang besar dari segala bacaan, mampu ku hasilkan tulisan ringan sederhana, semisal Paksaan Batin Sang Penulis, MasihSebatas Khayalan, Imajinasi Dalam Rasa.

Tidak aku pungkiri, beberapa bulan silam sejak laptop mungil hadiah dari kakak tercinta rusak, produktifitas pribadi dalam tulis menulis mulai menurun. Banyak alasan sepele yang memanjakan diri menjadi penghalang mengembangkan ide-ide untuk dituang dalam tulisan, mulai dari tidak ada media sebagai alat tulis, hingga malas mengunjungi pustaka dan  kemudian kekurangan bacaan tanpa membuka laptop untuk berselancar di dunia maya mencari bacaan-bacaan ringan selanjutnya keluar tulisan dokumentasi pribadi. Ya, Hanya beberapa bulan saja, semua perasaan tak terwujud dalam tulisan hilang bagai tak pernah ada.

Secara kebetulan, dua minggu lalu saat ngopi dikota Banda Aceh bersama abang-abang yang baru aku kenal, sempat membahas tentang keinginan dan kebutuhan. Dan dalam gaya bersahaja santai, abang yang dengan jenggot mengkilapnya, dia punya pendapat yang sama tentang hal itu; Memanipulasi keinginan sebagai kebutuhan merupakan hakikat manusia, kecuali dia mengenal dirinya dan Tuhannya dengan baik. Ya, terus termanipulasi hingga manusia sendiri lupa perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Tepat seperti yang aku rasakan beberapa bulan silam, laptop yang awalnya hanya keinginan yang dipenuhi kakak melalui pemberian hadiah, ku tempatkan sebagai kebutuhan didunia tulis menulis yang aku pelajari. Kemudian dari keadaan yang mulai terbolak-balik itu hampir menelantarkan aktifitas tulis menulis sebagai pengisi blog dan media dokumen pribadi ini.

Untuk mengakhiri tulisan ini, aku lagi-lagi mencoba mengutip sebuah paragraph dalam tulisan kak Sarah; ‘Terkadang ada hari-hari dimana segala sesuatu mulai terasa membosankan, dan kejenuhan itu semakin mendekat. Dimulai dengan terbitnya matahari hingga sang surya terbenam, segala aktivitas mulai berjalan rutin dan biasa-biasa saja. Semua begitu datar tanpa adanya variasi.’ Timbang-menimbang ada keinginan untuk menambah sedikit isi paragraph tersebut berdasarkan yang rasa yang hilang dalam diri ini ‘ Keyakinan menjadi penyelaras perasaan yang jenuh dan bosan yang tak harus di usir. Andai kejenuhan seharusnya dibenci, tidak ada kata lagi yang bisa mengungkapkan kedataran hari-hari tanpa variasi yang menjadi terkadang tersebut .’

0 Response to "Curhat Sore: Merasa Kehilangan dan Hilang dari Rasa"

Post a Comment