Sekitar dua puluh tahun
silam, aku masih belajar mengenal huruf abjad di Sekolah Dasar, mengeja mengikuti
suara sekalian melihat tangan ibu guru yang dengan sabar menunjuk abjad dari
huruf A sampai dengan Z yang tertulis dipapan berwarna hitam pekat yang
tergantung didepan ruang kelas. Bahkan sesekali (saat itu) dalam mengeja masih
sering tertukar letak X dan Y,kadang juga W terlalu telat untuk diingat, hingga
terlafaznya dengan penuh percaya diri tanpa malu setelah abjad Z. Seiring
berusaha untuk mampu melafaz tanpa lagi harus meniru suara dan tanpa melihat
lagi bentukan garis yang melukis huruf tersebut, juga berjuang mampu menggores
dengan tangan sendiri untuk membentuk huruf-huruf abjad dilembar buku tulis
pribadi.
Setahun, dua tahun
berjuang hanya untuk mampu menulis nama sendiri, sampai bertahun-tahun belajar
akan dunia baca tulis di pendidikan Sekolah Dasar, hingga kemudian mampu
melukis sedikit cerita tentang diri sendiri,dimulai; nama sendiri,nama
ibu-ayah,alamat,cita-cita,hobi. Hingga setelah masa belajar dasar tulis-baca,pengetahuan
tentang tata-krama menulis pelan merasa mampu terkuasai,bahkan sempat-sempatnya
untuk menguji kemampuan menulis, dengan menulis surat cinta untuk gadis-gadis
muda yang seharusnya belum pantas membaca kalimat pujian yang bermaksud
mengajak membina sebuah hubungan yang konon disebut pacaran. Kadang beberapa
dari gadis yang mendapat kesempatan menikmati rangkaian kata-kata ekspresi hasil
pembelajaran semasa enam tahun lamanya, berkata; wuih abang romantisnya.
Singkat usia, sampai
saat ini sepatah dua kalimat sudah mampu aku bagikan untuk dibaca, mesti belum
layak dikategori penulis profesional, setidaknya sudah berani mendukomentasi
catatan perjalanan pribadi dalam tulisan.
Ada janji yang terikat
pada diri sendiri hingga saat ini; Menulislah dan teruslah menulis, setidaknya
ada kehidupan pribadi yang terbingkai dalam tulisan sendiri, dibalik itu juga ada sedikit harapan bisa
menebar semangat menulis bagi yang merasa takut berbagi melalui menulis setelah
sekian tahun sejak dari Sekolah Dasar nyatanya sudah mengenal dunia baca-tulis. Ada tanya besar dibenak aku "kenapa masih ada yang takut menulis?"
0 Response to "Mengapa Takut Berbagi Lewat Tulisan?"
Post a Comment